Senin, 18 Januari 2010

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN


LAPORAN PRAKTIKUM
FISIOLOGI TUMBUHAN

PERCOBAAN IV
STOMATA DAN FOTOSINTESIS


Nama : Putut Riharista
Nim : 4450407002
Kelompok : 4 (Empat)
Tgl. Percobaan : 25 November 2009
Asisten : Dinar & Nawawi

LABORATORIUM JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
SEMARANG
2009
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Fotosintesis merupakan suatu proses biokimia yang dilakukan tumbuhan, untuk memproduksi energi dengan memanfaatkan energi cahaya. Hampir semua makhluk hidup bergantung dari energi yang dihasilkan dalam fotosintesis ini. Dan akhirnya fotosintesis menjadi sangat penting bagi kehidupan di bumi. Fotosintesis juga berjasa menghasilkan sebagian besar oksigen yang terdapat di atmosfer bumi (Anonim, 2007).
Fotosintesis yang dilakukan tumbuhan ini dilakukan dalam bagian daun dari tumbuhan yaitu bagian yang mengandung klorofil. Selain itu ada pula bagian dari dalam daun yang berperan dalam proses terjadinya fotosintesis tersebut yaitu stoma. Stoma merupakan mulut daun yang dalam fotosintesis ini berfungsi menangkap karbondioksida dari lingkungan yang berikutnya digunakan sebagai bahan fotosintesis (Anonim, 2007).
Sehingga dapat dikatakan bahwa stomata memegang perna penting dalam terjadinya proses fotosintesis. Dan fotosintesis tidak dapat dilakukan ketika stomata daun ini menutup. Oleh karena itu, untuk mengetahui lebih lanjut tentang bagaimana hubungan dari stomata dan proses fotosintesisi itu sendiri maka diadakanlah percobaan ini.

I.2 Tujuan percobaan
Tujuan diadakannya percobaan ini adalah untuk melihat hubungan antara stomata dengan fotosintesis.
I.3 Waktu dan Tempat
Percobaan ini dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 25 November 2009, pukul 14.00 - 17.00 WITA. Dilaksanakan di Laboratorium Botani Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Stomata berasal dari bahasa Yunani yaitu stoma yang berarti lubang atau porus, jadi stomata adalah lubang-lubang kecil berbentuk lonjong yang dikelilingi oleh dua sel epidermis khusus yang disebut sel penutup (Guard Cell), dimana sel penutup tersebut adalah sel-sel epidermis yang telah mengalami kejadian perubahan bentuk dan fungsi yang dapat mengatur besarnya lubang-lubang yang ada diantaranya (Kartasaputra, 1988).
Stomata pada umumnya terdapat pada bagian-bagian tumbuhan yang berwarna hijau, terutama sekali pada daun-daun tanaman. Pada submerged aquatic plant atau tumbuhan yang hidup dibawah permukaan air terdapat alat-alat yang strukturnya mirip dengan stomata, padahal alat-alat tersebut bukanlah stomata. Pada daun-daun yang berwarna hijau stomata terdapat pada satu permukaannya saja (Kertasaputra, 1988).
Ada 5 type penyebaran stomata pada tanaman, yaitu (Kertasaputra, 1988):
Type apel atau murbei dimana stomata didapatkan hanya tersebar pada sisi bawah daun saja, seperti pada apel, peach, murbei, kenari dan lain-lain.
Type kentang dimana stomata didapatkan tersebar lebih banyak pada sisi bawah daun dan sedikit pada sisi atas daun seperti pada kentang, kubis, buncis, tomat, pea dan lain-lain.
Type oat, yaitu stomata tersebar sama banyak baik pada sisi atas maupun pada sisi bawah daun, misalnya pada jagung, oat, rumput dan lain-lain.
Type lily hutan, yaitu stomata hanya terdapat pada epidermis atas saja, misalnya lily air dan banyak tumbuhan air.
Type potamogeton yaitu stomata sama sekali tidak ada atau kalau ada vestigial, misalnya pada tumbuhan-tumbuhan bawah air.

Fotosintesis adalah suatu proses biokimia yang dilakukan tumbuhan, alga, dan beberapa jenis bakteri untuk memproduksi energi terpakai (nutrisi) dengan memanfaatkan energi cahaya. Hampir semua makhluk hidup bergantung dari energi yang dihasilkan dalam fotosintesis. Akibatnya fotosintesis menjadi sangat penting bagi kehidupan di bumi. Fotosintesis juga berjasa menghasilkan sebagian besar oksigen yang terdapat di atmosfer bumi. Organisme yang menghasilkan energi melalui fotosintesis (photos berarti cahaya) disebut sebagai fototrof. Fotosintesis merupakan salah satu cara asimilasi karbon karena dalam fotosintesis karbon bebas dari [[CO2]] diikat (difiksasi) menjadi gula sebagai molekul penyimpan energi. Cara lain yang ditempuh organisme untuk mengasimilasi karbon adalah melalui kemosintesis, yang dilakukan oleh sejumlah bakteri belerang (Anonim, 2007).
Dari semua radiasi matahari yang dipancarkan, hanya panjang gelombang tertentu yang dimanfaatkan tumbuhan untuk proses fotosintesis, yaitu panjang gelombang yang berada pada kisaran cahaya tampak (380-700 nm). Cahaya tampak terbagi atas cahaya merah (610 - 700 nm), hijau kuning (510 - 600 nm), biru (410 - 500 nm) dan violet (< 400 nm). Masing-masing jenis cahaya berbeda pengaruhnya terhadap fotosintesis. Hal ini terkait pada sifat pigmen penangkap cahaya yang bekerja dalam fotosintesis. Pigmen yang terdapat pada membran grana menyerap cahaya yang memiliki panjang gelombang tertentu. Pigmen yang berbeda menyerap cahaya pada panjang gelombang yang berbeda. Kloroplast mengandung beberapa pigmen. Sebagai contoh, klorofil a terutama menyerap cahaya biru-violet dan merah. Klorofil b menyerap cahaya biru dan oranye dan memantulkan cahaya kuning-hijau. Klorofil a berperan langsung dalam reaksi terang, sedangkan klorofil b tidak secara langsung berperan dalam reaksi terang (Anonim, 2007).
Stomata akan membuka jika kedua sel penjaga meningkat. Peningkatan tekanan turgor sel penjaga disebabkan oleh masuknya air ke dalam sel penjaga tersebut. Pergerakan air dari satu sel ke sel lainnya akan selalu dari sel yang mempunyai potensi air lebih tinggi ke sel ke potensi air lebih rendah. Tinggi rendahnya potensi air sel akan tergantung pada jumlah bahan yang terlarut (solute) didalam cairan sel tersebut. Semakin banyak bahan yang terlarut maka potensi osmotic sel akan semakin rendah. Dengan demikian, jika tekanan turgor sel tersebut tetap, maka secara keseluruhan potensi air sel akan menurun. Untuk memacu agar air masuk ke sel penjaga, maka jumlah bahan yang terlarut di dalam sel tersebut harus ditingkatkan (Lakitan, 1993).
Aktivitas stomata terjadi karena hubungan air dari sel-sel penutup dan sel-sel pembantu. Bila sel-sel penutup menjadi turgid dinding sel yang tipis menggembung dan dinding sel yang tebal yang mengelilingi lobang (tidak dapat menggembung cukup besar) menjadi sangat cekung, karenanya membuka lobang. Oleh karena itu membuka dan menutupnya stomata tergantung pada perubahan-perubahan turgiditas dari sel-sel penutup, yaitu kalau sel-sel penutup turgid lobang membuka dan sel-sel mengendor pori/lobang menutup (Lakitan, 1993).
Stomata membuka karena sel penjaga mengambil air dan menggembung dimana sel penjaga yang menggembung akan mendorong dinding bagian dalam stomata hingga merapat. Stomata bekerja dengan caranya sendiri karena sifat khusus yang terletak pada anatomi submikroskopik dinding selnya. Sel penjaga dapat bertambah panjang, terutama dinding luarnya, hingga mengembang ke arah luar. Kemudian, dinding sebelah dalam akan tertarik oleh mikrofibril tersebut yang mengakibatkan stomata membuka (Salisbury dan Ross, 1995).
Pada saat stomata membuka akan terjadi akumulasi ion kalium (K+) pada sel penjaga. Ion kalium ini berasal dari sel tetangganya. Cahaya sangat berperan merangsang masuknya ion kalium ke sel penjaga dan jika tumbuhan ditempatkan dalam gelap, maka ion kalium akan kembali keluar sel penjaga (Lakitan, 1993).
Stomata tumbuhan pada umumnya membuka pada saat matahari terbit dan menutup saat hari gelap sehingga memungkinkan masuknya CO2 yang diperlukan untuk fotosintesis pada siang hari. Umumnya, proses pembukaan memerlukan waktu 1 jam dan penutupan berlangsung secara bertahap sepanjang sore. Stomata menutup lebih cepat jika tumbuhan ditempatkan dalam gelap secara tiba-tiba. Terbukanya stomata pada siang hari tidak terhambat jika tumbuhan itu berada dalam udara tanpa karbon dioksida, yaitu keadaan fotosintesis tidak dapat terlaksana (Salisbury dan Ross, 1995).

BAB III
METODE PERCOBAAN

III. 1 Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah gunting, gelas piala 400 cc, pinset, pemanas listrik, cawan petri, tabung reaksi, kertas saring, dan lampu spritus.
III. 2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah pot dan tumbuhannya, daun jarak Ricinus communis, daun mangga Mangifera indica, alkohol, iodium, vaselin, bensin, dan kapas.
III. 3 Cara Kerja
Prosedur kerja dari percobaan ini yaitu :
Prosedur A
Mengambil dua tumbuhan sehat yang ditanam dalam pot, meletakkan satu di tempat gelap dan yang satunya lagi di tempat yang terkena cahaya matahari.
Memetik satu daun dari masing-masing tumbuhan.
Memberi tanda sobekan tanda sobekan yang berbeda pada masing-masing daun, agar dapat membedakan tanaman yang tumbuh di tempat yang gelap dan terang.
Memasukkan kedua daun tersebut ke dalam gelas piala yang berisi air mendidih.
Setelah layu, memindahkannya ke dalam gelas piala yang berisi alkohol.
Setelah itu memanaskan alkohol dengan alat pemanas listrik selama 10 menit.
Mengambil daun tersebut dari alkohol dan memasukkannya ke dalam air dengan suhu kamar selama beberapa menit.
Merentangkan daun dalam cawan petri dan menuangkannya ke larutan iodium.
Mengangkat daun dari larutan iodium kemudian merentangkan ke dalam cawan petri yang berisi air yang diletakkan di atas kertas putih. Mencatat warna daun.

Prosedur B
Memilih 4 lembar daun tumbuhan yang disimpan di tempat gelap.
Melapisi permukaan atas salah satu daun dengan vaselin, menandai tepinya dengan satu seobekan.
Melapisi permukaan bawah daun kedua dengan vaselin, menandai tepinya dengan dua seobekan.
Melapisi permukaan atas dan bawah daun ketiga dengan vaselin, menandai tepinya dengan tiga seobekan.
Tidak melapisi permukaan atas ataupun permukaan bawah daun keempat dengan vaselin, menandai tepinya dengan empat seobekan.
Menempatkannya di tempat yang cukup terkena sinar matahari selama 3 hari.
Memetik keempat daun dan meletakkannya di atas kertas saring.
Membersihkan vaselin dengan menggunakan kapas yang diberi bensin.
Menguji dengan iodium seperti pada (A).
Memperhatikan dan mencatat perubaha warna yang terjadi di antara keempat daun tersebut.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.2. Pembahasan
Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh stomata terhadap fotosintesis. Pada percobaan ini, digunakan daun jarak Ricinus communis pada masing-masing tempat gelap dan tempat terang serta daun Mangga Mangifera indica yang ditutupi aluminium foil. Daun mangga yang ditutup aluminium foil masing-masing ditutup bagian permukaan atas, permukaan bawah, dan ditutup kedua permukaannya. Namun pada percobaan ini daun yang digunakan hanya yang ditutupi bagian permukaan bawah dan pada kedua permukaan saja. Hal ini disebabkan karena daun yang ditutupi permukaan bawah tidak memenuhi syarat untuk digunakan yang kemungkinan disebabkan karena kurangnya cahaya matahari.
Setelah beberapa hari, daun-daun tersebut dipetik. Baik dari tempat terang, gelap dan ditutupi dengan alumunium foil dan diberikan perlakuan khusus. Daun-daun tersebut direndam dalam air biasa terlebih dahulu lalu direndam dalam air panas yang bertujuan untuk melayukan daun. Kemudian dilanjutkan dengan perendaman menggunakan alkohol untuk melarutkan klorofil yang terdapat dalam daun Setelah itu dilanjutkan dengan perendaman menggunakan iodium untuk menguji ada tidaknya amilum. Adanya amilum ini ditunjukkan dengan adanya bercak berwarna hitam pada daun tersebut.
Daun yang berada pada tempat terang dan gelap, setelah direndam dengan air panas daunnya menjadi hijau kekuningan yang menunjukkan daun telah layu. Setelah direndam dalam alkohol, daun menjadi kuning. Setelah penambahan iod, daun tetap kuning. Hal ini tidak menunjukkan adanya amilum yang terbentuk, secara tidak langsung menunjukkan bahwa tidak terjadi fotosintesis. Daun di tempat yang gelap dan terang tidak menunjukkan adanya perbedaan setelah diberi perlakuan khusus. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pada daun yang di tempat terang tidak ada sinar matahari yang masuk akibat tertutup alumunium foil.
Selain itu, CO2 yang merupakan bahan utama pembentuk amilum juga tidak dapat masuk karena stomata daun tertutup oleh aluminium foil. Meskipun ada CO2 yang dapat masuk tapi jumlahnya tidak cukup untuk digunakan dalam proses fotosintesis. Hasil yang sama juga diperoleh pada daun mangga Mangifera indica yang ditutupi oleh aluminium foil yang sama sekali tidak menimbulkan bercak berwarna hitam yang menunjukkan adanya amilum dan terjadi fotosintesis.
Berdasarkan teori, daun yang menunjukkan adanya amilum yang terkandung di dalamnya setelah pemberian iod akan muncul bercak berwarna hitam yang menandakan terjadinya fotosintesis. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu adanya CO2 yang cukup dan energi cahaya matahari yang cukup.


BAB V
PENUTUP

V.1. Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan yaitu :
a. Dalam proses fotosintesis, dibutuhkan karbondioksida (CO2) dan energi sinar matahari yang cukup.
b. Daun yang ditutupi dengan aluminium foil dan menghasilkan bercak berwarna hitam menunjukkan adanya amilum yang ada di dalamnya.

V.2. Saran
Sebaiknya sebelum melakukan percobaan, asisten dan laboratorium sudah terlebih dahulu menyiapkan bahan dan alat-alat yang akan digunakan. Dan apabila praktikan yang harus menyiapkannya, praktikan sudah diberi pemberitahuan sebelum hari praktikum.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2007, Fotosintesis, http://id.wikipedia.org/, diakses pada tanggal 15 Oktober 2008 pukul 19:26.

Dalimunthe, A., 2004, Stomata Biosintesis, Mekanisme Kerja Dan Peranannya Dalam Metabolisme, http://pustaka.ut.ac.id/, diakses pada tanggal 24 November 2008 pukul 23:37.

Kartasaputra, A.,G., 1998, Pengantar Anatomi Tumbuh-tumbuhan, tentang sel dan jaringan, Bina Aksara, Jakarta.
Lakitan, B., 1993, Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Salisbury, F.B. dan Ross, C.W., 1995, Fisiologi Tumbuhan Jilid 2, ITB Press, Bandung.


LAPORAN PRAKTIKUM
FISIOLOGI TUMBUHAN

PERCOBAAN III
KECEPATAN TUMBUH


Nama : Putut Riharista
Nim : 4450407002
Kelompok : 4 (Empat)
Tgl. Percobaan : 28 Oktober 2009
Asisten : Dinar & Nawawi

LABORATORIUM JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
SEMARANG
2009


BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Pertumbuhan merupakan proses pertambahan ukuran sel, volume sel, berat,
tinggi, dan ukuran lainnya yang bisa dinyatakan secara kuantitatif (dapat
diukur dan dihitung dengan bilangan). Pertumbuhan sendiri menunjukkan suatu pertambahan dalam ukuran dengan menghilangkan konsep-konsep yang menyangkut perubahan kualitas seperti halnya pengertian mencapai ukuran penuh atau kedewasaan yang tidak relevan dengan pengertian proses pertumbuhan (Tim Dosen, 2008).
Pertumbuhan sendiri dapat diukur sebagai pertambahan panjang, lebar, atau luas, juga dapat diukur berdasarkan pertambahan volume, massa atau berat (segar atau kering). Pola pertumbuhan dapat dibagi dalam tiga fase pertumbuhan yaitu pertama fase logaritmik atau fase eksponensial, kemudian fase linier dan yang terakhir fase penurunan kadar cepat pertumbuhan yang kemudian disebut penuaan (senescene). Peningkatan kadar cepat pertumbuhan terjadi selama fase linier dan menurun menuju nol selama proses penuaan (Tim Dosen, 2008).
Dan untuk memahami lebih lanjut bagaimana proses pertumbuhan dan kecepatan pertumbuhan dari tumbuhan tersebut, maka diadakanlah percobaan ini.


I.2 Tujuan percobaan
Tujuan diadakannya percobaan ini adalah untuk mengamati pertumbuhan daun kacang kedelai Soja max ketika masih dalam kuncup embrio.

I.3 Waktu dan Tempat
Percobaan ini dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 18 November 2009, pukul 14.00 - 17.00 WITA. Dilaksanakan di Laboratorium Botani Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pertumbuhan merupakan proses pertambahan ukuran sel, volume sel, berat,
tinggi, dan ukuran lainnya yang bias dinyatakan secara kuantitatif (dapat
diukur dan dihitung dengan bilangan). Perkembangan merupakan proses menuju kedewasaan pada organisme. Perbedaan antara pertumbuhan dan perkembangan yaitu
pertumbuhan mengalami pertambahan ukuran (panjang, volume, massa, lebar), bersifat kuantitatif, irreversibel ( tidak dapat kembali ke keadaan semula ), dapat diukur menggunakan alat auksanometer. Sedangkan perkembangan merupakan suatu proses menuju dewasa, bersifat kualitatif, reversibel (dapat kembali ke keadaan semula), dan tidak dapat diukur (Anonim, 2007).
Pertumbuhan (Growth) adalah dapat diartikan sebagai perubahan secara kuantitatif selama siklus hidup tanaman yang bersifat tak terbalikkan (Irreversible). Bertambah besar ataupun bertambah berat tanaman atau bagian tanaman akibat adanya penambahan unsur-unsur struktural yang baru. Peningkatan ukuran tanaman yang tidak akan kembali sebagai akibat pembelahan dan pembesaran sel. Misalnya, dalam ukuran sel, jaringan, organ perkembangan (Development) diartikan sebagai : Proses perubahan secara kualitatif atau mengikuti pertumbuhan tanaman/bagian-bagiannya.Proses hidup yang terjadi di dalam tanaman yang meliputi pertumbuhan, diferensiasi sel, dan morfogenesis. Misalnya, perubahan dari fase vegetatif ke generatif (Anonim, 2008).
Pola pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan (berbiji dikotil dan
monokotil) ada 4 yaitu (Anonim, 2007) :
1. Pertumbuhan dan Perkembangan Awal
pertumbuhan awal dimulai dari sebuah biji yang didalamnya mengandung satu embrio. Embrio terdiri atas radikula yang akan tumbuh menjadi akar dan plumula yang akan tumbuh menjadi kecambah.
2. Pola Pertumbuhan dan Perkembangan Memanjang
Pertumbuhan tumbuhan hanya berlangsung pada bagian tertentu yang mengandung sel merismatik sehingga mengalami perpanjangan misalnya ujung akar dan ujung tajuk (pucuk), kambium pembuluh, nodus monokotil, dan dasar daun pada tumuhan rumputyang terjadi sebelum perkecambahan dan disebut pertumbuhan primer.
3. Pola Pertumbuhan dan Perkembangan Melebar Pada Akar dan Batang
Pertumbuhan melebar adalah terjadinya pelebaran pada beberapa bagian tumbuhan antara lain cambium pembuluh, nodus monokotil, dan dasar daun tumbuhan rumput yang terjadi setelah perkecambahan dan disebut pertumbuhan sekunder.
4. Pola Pertumbuhan dan Perkembangan Tahunan
Dalam pertumbuhan tahunan, setiap tahunnya terbentuk sebuah cincin (limgkaran) yang terbentuk dari pembuluh xylem.
Menurut Michurin, secara garis besar pertumbuhan dan perkembangan tanaman dibagi dalam 3 (tiga) fase, yaitu (Anonim, 2008):
a. Fase Embryonis, yaitu fase yang dimulai dari pembentukan zygote sampai terjadinya embrio, yang terjadi di dalam bakal biji (ovule). Dari zygote diikuti dengan pembelahan sel sesudah itu terjadi pengembangan sel. Fase embryonis tidak terlihat secara nyata (tidak tergambar dalam kurve) dalam pertumbuhan tanaman, karena berlangsungnya di dalam biji.
b. Fase Muda (Juveni//Vegetatif) yaitu, fase yang dimulai sejak biji mulai berkecambah, tumbuh menjadi bibit dan dicirikan oleh pembentukan daun – daun yang pertama dan berlangsung terus sampai masa berbunga dan atau berbuah yang pertama. Perkecambahan merupakan satu rangkaian yang komplek dari perubahan-perubahan morfologis, fisiologis, dan biokimia. Proses perkecambahan meliputi beberapa tahap, yaitu imbibisi yaitu proses penyerapan air oleh benih sehingga kulit benih melunak dan terjadinya hidrasi dari protoplasma, perombakan cadangan makanan di dalam endosperm, perombakan bahan-bahan makanan yang dilakukan oleh enzym. ( amilase, protease, lipase), karbohidrat dirombak menjadi glukosa, gibberellin mengaktifkan produksi enzim amilase, embrio menyerap air dan proses perkecambahan dimulai, gibberellin berdifusi dari embrio menuju lapisan aleuron, sel-sel dalam lapisan aleuron merespon dengan melepaskan enzim pencerna seperti amilase, enzim mencerna pati di dalam emdosperm menjadi gula dan molekul lain yang diperlukan embrio untuk tumbuh.
c. Fase Menua dan Aging ( Senil/Senescence ), beberapa faktor luar dapat menghambat atau mempercepat terjadinya senescence, misalnya penaikan suhu, keadaan gelap, kekurangan air dapat mempercepat terjadinya senescence daun, penghapusan bunga atau buah akan menghambat senescence tanaman, pengurangan unsur-unsur hara dalam tanah, air, penaikan suhu, berakibat menekan pertumbuhan tanaman yang berarti mempercepat senescence.
1. Macam-macam bentuk senescence: Senescence pada tanaman dapat mengikuti beberapa pola (Anonim, 2008):
a. Senescence yang meliputi keseluruhan tubuh tanaman (overall senescence).Akar dan bagian tanaman di atas tanah mati semua Tanaman mati sesudah menyelesaikan semua. satu siklus kehidupannya.
b. Senescence yang meliputi hanya bagian tanaman di atas tanah (top senescence).Bagian tanaman di atas tanah mati, sedangkanbagian tanaman yang berada di dalam tanah tetap hidup
c. Senescence yang meliputi hanya daun – daunnya (Deciduous Senescence).Tanaman menggugurkan semua daun-daunnya, sementara organ tanaman lain tetap hidup.
d. Senescence yang meliputi hanya daun-daun yang terdapat di bagian bawah suatu tanaman (Progessive Senescence).Tanaman hanya menggugurkan daun-daunnya yang terdapat di bagian bawah saja (daun – daun yang tua),sedang daun-daun yang lebih atas dan organ tanaman lain tetap hidup.Tanggap Tanaman Terhadap Kekurangan Air.
Faktor yang mempengaruhi terjadinya pertumbuhan yaitu (Anonim, 2008):
A. Faktor Ekstern
1) Air dan Mineral berpengaruh pada pertumbuhan tajuk 2 akar. Diferensiasi salah satu unsur hara atau lebih akan menghambat atau menyebabkan pertumbuhan tak normal.
2) Faktor Kelembaban / Kelembapan Udara, kadar air dalam udara dapat mempengaruhi pertumbuhan serta perkembangan tumbuhan. Tempat yang lembab menguntungkan bagi tumbuhan di mana tumbuhan dapat mendapatkan air lebih mudah serta berkurangnya penguapan yang akan berdampak pada pembentukan sel yang lebih cepat.
3) Suhu di antaranya mempengaruhi kerja enzim. Suhu ideal yang diperlukan untuk pertumbuhan yang paling baik adalah suhu optimum, yang berbeda untuk tiap jenis tumbuhan. Tinggi rendah suhu menjadi salah satu faktor yang menentukan tumbuh kembang, reproduksi dan juga kelangsungan hidup dari tanaman. Suhu yang baik bagi tumbuhan adalah antara 22 derajat celcius sampai dengan 37 derajad selsius. Temperatur yang lebih atau kurang dari batas normal tersebut dapat mengakibatkan pertumbuhan yang lambat atau berhenti
4) Faktor Cahaya Matahari, sinar matahari sangat dibutuhkan oleh tanaman untuk dapat melakukan fotosintesis (khususnya tumbuhan hijau). Jika suatu tanaman kekurangan cahaya matahari, maka tanaman itu bisa tampak pucat dan warna tanaman itu kekuning-kuningan (etiolasi). Pada kecambah, justru sinar mentari dapat menghambat proses pertumbuhan.
B. Faktor Intern Faktor Hormon, hormon pada tumbuhan juga memegang peranan penting dalam proses perkembangan dan pertumbuhan seperti hormon auksin untuk membantu perpanjangan sel, hormon giberelin untuk pemanjangan dan pembelahan sel, hormon sitokinin untuk menggiatkan pembelahan sel dan hormon etilen untuk mempercepat buah menjadi matang.
Terdapat 2 macam pertumbuhan, yaitu (Anonim, 2008):
Pertumbuhan Primer, terjadi sebagai hasil pembelahan sel – sel jaringan meristem primer. Berlangsung pada embrio, bagian ujung-ujung dari tumbuhan seperti akar dan batang. Embrio memiliki 3 bagian penting yaitu tunas embrionik yaitu calon batang dan daun, akar embrionik yaitu calon akar, kotiledon yaitu cadangan makanan. Pertumbuhan tanaman dapat diukur dengan alat yang disebut auksanometer. Daerah pertumbuhan pada akar dan batang berdasar aktivitasnya tcrbagi menjadi 3 daerah, yaitu derah pembelahan di mana sel-sel di daerah ini aktif membelah (meristematik), daerah pemanjangan yang berada di belakang daerah pembelahan, dan daerah diferensiasi yaitu bagian paling belakang dari daerah pertumbuhan. Sel-sel mengalami diferensiasi membentuk akar yang sebenarnya serta daun muda dan tunas lateral yang akan menjadi cabang.
Pertumbuhan Sekunder, merupakan aktivitas sel – sel meristem sekunder yaitu kambium dan kambium gabus. Pertumbuhan ini dijumpai pada tumbuhan dikotil, gymnospermae dan menyebabkan membesarnya ukuran (diameter) tumbuhan. Mula-mula kambium hanya terdapat pada ikatan pembuluh, yang disebut kambium vasis atau kambium intravasikuler. Fungsinya adalah membentuk xilem dan floem primer. Selanjutnya parenkim akar/batang yang terletak di antara ikatan pembuluh, menjadi kambium yang disebut kambium intervasis. Kambium intravasis dan intervasis membentuk lingkaran tahun bentuk konsentris. Kambium yang berada di sebelah dalam jaringan kulit yang berfungsi sebagai pelindung. Terbentuk akibat ketidakseimbangan antara permbentukan xilem dan floem yang lebih cepat dari pertumbuhan kulit.


BAB III
METODE PERCOBAAN

III. 1 Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah gelas piala, skalpel, dan kaca pembesar.

III. 2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah biji kedelai Soja max, larutan fungisida dan pasir.

III. 3 Cara Kerja
Prosedur kerja dari percobaan ini adalah :
1. Menempatkan biji kacang dalam gelas piala
2. Menuang larutan fungisida sehingga semua biji terendam, biarkan selama 2 menit
3. Mencuci biji tersebut dalam air bersih
4. Mengisi gelas dengan air dan merendam biji tersebut selama 24 jam.
5. Membelah 3 biji dengan scalpel, buang kulitnya dan buka bijinya.
6. Mencari embrio dengan kaca pembesar
7. Mengukur panjang embrio ketiga biji tersebut dan menghitung panjang rata-rata.
8. Menanam 15 biji dalam pasir dengan jarak 5 cm dan dalam 1.5 cm dalam pasir.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN


IV.2. Pembahasan
Percobaan ini menggunakan kedelai Soja max dan larutan fungisida kemudian merendamnya. Larutan fungisida ini berfungsi untuk mempercepat perkecambahan dengan terkelupasnya kulit biji kacang kedelai tersebut. Dan setelah direndam dalam larutan fungisida, kemudian dicuci dengan air/aquades lalu direndam dalam air selama 24 jam, Perendaman ini bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan embrio di mana dapat terjadi perkembangan pada biji ini saat dalam perendaman.
Setelah direndam selama 24 jam, biji dikuliti lalu dibelah. Pembelahan ini dilakukan agar panjang embrio dapat dilihat dan diukur. Adapun hasil yang diperoleh yaitu panjang embrio biji pertama 0.5 cm, biji kedua 0.6 cm, dan biji ketiga 0,5 cm. Adapun panjang rata-rata yang diperoleh, yaitu 0,53 cm.

Berdasarkan hasil yang diperoleh, ternyata panjang embrio yang telah diukur berbeda-beda. Perbedaan ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu keadaan dari biji itu sendiri yang memiliki biji keras sehingga dapat menghambat pertumbuhan embrionya. Dapat juga disebabkan oleh faktor lingkungan dan suhu yang tinggi sehingga menyebabkan pertumbuhan embrio yang kerdil sedangkan pada suhu yang rendah pertumbuhan embrio lebih cepat.
Ketersediaan air juga merupakan salah satu faktor yang dpaat menghambat pertumbuhan embrio di mana bila kekurangan air akan menghambat embrio untuk tumbuh sedangkan bila memiliki cukup air, maka embrio dapat lebih cepat tumbuh karena dapat membantu kulit biji mengelupas sehingga embrio dapat dengan mudah keluar dan memulai perkecambahan.

BAB V
PENUTUP

V.1. Kesimpulan
Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada percobaan ini dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang dapat menghambat pertumbuhan embrio yaitu faktor lingkungan dan suhu yang tinggi. Kemudian bila memiliki ketersediaan air yang cukup maka dapat membantu dalam proses pertumbuhan embrio.
V.2. Saran
Sebaiknya peralatan dalam laboratorium dapat diperbaiki seperti keran air dan lemari penympanan, sehingga dpaat memudahkan praktikan dalam melakukan percobaan ini.




DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2007, Biologi SMA, http://aansubandi.blogspot.com/, diakses pada tanggal 27 Oktober 2008 pukul 19:07.

Anonim, 2008, Konsep Kerja Fitohormon dalam Pertumbuhan Tanaman, http://pustaka.ut.ac.id//, diakses pada tanggal 27 Oktober 2008 pukul 18:57.

Anonim, 2008, Peranan Zat Pengatur Tumbuh, http://mybioma.wordpress.com/, diakses pada tanggal 15 Oktober 2008 pukul 20:44.

Anonim, 2008, Pertumbuhan dan perkembangan tanaman, http://myarticle.blogspot.com/, diakses pada tanggal 27 Oktober 2008 pukul 19:05.

Herlina,Lina. 2008, Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan, Universitas Negeri semarang.


LAPORAN PRAKTIKUM
FISIOLOGI TUMBUHAN

PERCOBAAN IX
PENGARUH INHIBITOR TERHADAP PERKECAMBAHAN BIJI


Nama : Putut Riharista
Nim : 4450407002
Kelompok : 4 (Empat)
Tgl. Percobaan: 14 Oktober 2009
Asisten : Dinar & Nawawi

LABORATORIUM JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
SEMARANG
2009


BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Pada hampir semua tumbuhan baik itu tumbuhan darat maupun tumbuhan air, akan ditemui satu fase di mana biji dari tumbuhan tersebut mengalami ”istirahat” atau tidak melakukan perkecambahan walaupun lingkungan mendukung untuk terjadinya pertumbuhan. Fase ini disebut fase dormansi (Anonim, 2008).
Kemudian salah satu penyebab dari terjadinya dormansi tersebut adalah dari faktor kimia yaitu dikarenakan adanya zat-zat penghambat dalam tumbuhan tersebut. Zat pengahambat ini ada berbagai macam jenisnya. Zat-zat penghambat tersebutlah yang pada umumnya dikenal dengan nama inhibitor. Zat-zat penghambat ini akan menunda terjadinya perkecambahan, meskipun kondisi lingkungan sudah sangat mendukung untuk terjadinya suatu proses perkecambahan (Tjitrosoma, 1984).
Dormansi yang disebabkan oleh faktor kimia tersebut dapat dipecahkan yaitu dengan mencuci biji tanaman tersebut sehingga zat inhibitornya dapat hilang. Secara alamiah di alam, proses pencucian ini biasanya dilakukan oleh air hujan. Cara lainnya yang dapat digunakan ialah dengan perlakuan suhu rendah atau pendinginan awal (Salisbury dan Ross, 1995).
Oleh karena itu, untuk mengetahui lebih lanjut tentang bagaimana zat inhibitor tersebut maka diadakanlah percobaan ini.

I.2 Tujuan percobaan
Tujuan diadakannya percobaan ini adalah untuk melihat pengaruh zat penghambat di dalam daging buah jeruk (Citrus aurantifolia) / tomat (Solanum lycopersicum) terhadap perkecambahan biji padi (Oryza sativa).

I.3 Waktu dan Tempat
Percobaan ini dilaksanakan di Laboratorium Botani Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 14 Oktober 2009, pukul 14.00 - 17.00 WIB. Dan pengamatan dilakukan selama 7 hari.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Biji pada buah tomat yang masak tidak akan berkecambah dalam buah, meskipun suhunya sudah sangat sesuai untuk terjadinya suatu proses perkecambahan, demikian pula dengan keadaan kelembaban dan kadar oksigennya. Namun apabila biji dikeluarkan dari buah, dikeringkan kemudian ditanam, biji itu akan segera berkecambah. Bahkan biji itu bisa langsung berkecambah jika diambil langsung dari buah dan dibiarkan mengapung dipermukaan air. Hal ini disebabkan karena didalam buah, kandungan air buah memiliki potensial yang terlalu negatif untuk terjadinya suatu proses perkecambahan. Zat penghambat khusus juga mungkin ada seperti asam abisat (ABA) dalam endosperma yang sedang berkembang dari biji alfalfa yang berfungsi sebagai penghambat proses perkecambahan embrio. Buah lain, menyaring panjang gelombang yang diperlukan untuk perkecambahan (Salisbury dan Ross, 1995).
Biji dapat tetap viabel (hidup), tetapi tak dapat berkecambah atau tumbuh karena beberapa penyebab, baik itu berasal dari luar maupun dari dalam biji itu sendiri. Peristiwa ini kemudian kita kenal dengan istilah dormansi biji Dormansi pada biji ini dapat dihilangkan dengan berbagai cara, diantaranya dengan mencuci biji sehingga zat penghambatnya hilang. Cara lainnya yang dapat digunakan ialah dengan perlakuan suhu rendah atau pendinginan awal (Salisbury dan Ross, 1995).
Banyak biji, terutama biji Rocaceae dan beberapa konifer serta beberapa spesies herba akan berkecambah kalau bijinya tidak terpajang pada suhu dan oksigen rendah dan dalam kondisi lembab selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Beberapa biji akan memberikan respon terbaik suhu harian bergantian antara tingg dan rendah. Tindakan meletakkan biji selama musim dingin didalam wadah berisi pasir dan gambut lembab dinamakan stratifikasi. Karena biji dalam wadah harus diberi suhu rendah sebelum mereka mau berkecambah dikenal dengan istilah perlakuan awal suhu rendah atau pendinginan awal (Prechilling). Pendinginan awal ini dilaboratorium benih dan untuk percobaan yang dilakuan dalam inkubator atau ruang tumbuh. Diala, kebutuhan akan suhu rendah menyebabkan biji tidak berkecambah dini di musim gugur atau selama periode panas yang tak biasa di musim dingin (Salisbury dan Ross, 1995).
Asam absisat (ABA), sebagai penghambat tumbuh (Inhibitor/retardant) pada saat tanaman mengalami stress, fitohormon ini digunakan untuk mengompakkan pertumbuhan batang agar tanaman terlihat sangat baik. Pada komposisi dan perlakuan tertentu dapat merangsang pertumbuhan tunas anakan dengan cepat dan serentak. Golongan inhibitor adalah: Paclobutrazol, Ancymidol, dan CCC (Anonim, 2008).
Semua jaringan tanaman terdapat hormon ABA yang dapat dipisahkan secara kromatografi Rf 0.9. Senyawa tersebut merupakan inhibitor B –kompleks. Senyawa ini mempengaruhi proses pertumbuhan, dormansi dan absisi. Beberapa peneliti akhirnya menemukan senyawa yang sama yaitu asam absisat (ABA). Peneliti tersebut yaitu Addicott et al dari California USA pada tahun 1967 pada tanaman kapas dan Rothwell serta Wain pada tahun 1964 pada tanaman lupin (Wattimena 1992).
Zat pengatur tumbuhan yang diproduksi di dalam tanaman disebut juga hormon tanaman. Hormon tanaman yang dianggap sebagai hormon stress diproduksi dalam jumlah besar ketika tanaman mengalami berbagai keadaan rawan diantaranya yaitu ABA. Keadaan rawan tersebut antara lain kurang air, tanah bergaram, dan suhu dingin atau panas. ABA membantu tanaman mengatasi dari keadaan rawan tersebut (Salisbury dan Ross, 1995).
ABA adalah seskuiterpenoid berkarbon 15, yang disintesis sebagian di kloroplas dan plastid melalui lintasan asam mevalonat . Reaksi awal sintesis ABA sama dengan reaksi sintesis isoprenoid seperti gibberelin sterol dan karotenoid. Biosintesis ABA pada sebagian besar tumbuhan terjadi secara tak langsung melalui peruraian karotenoid tertentu (40 karbon) yang ada di plastid. ABA pergerakannya dalam tumbuhan sama dengan pergerakan gibberelin yaitu dapat diangkut secara mudah melalui xilem floem dan juga sel-sel parenkim di luar berkas pembuluh. (Anonim, 2008).
Asam absisik (ABA) dan asam-asam fenolik merupakan inhibitor endogen yang tersebar luas dalam tubuh tumbuhan. Dalam berbagai proses fisiologis senyawa tersebut berinteraksi dengan auksin, giberelin, dan sitokinin dengan hubungan yang lebih bersifat antagonisme dari pada sinergisme. Inhibitor (zat penghambat tumbuh) ini dapat dijumpai pada organ-organ daun, batang, rhizoma, ubi, tunas, tepoungsari, buah, embrio, endosperm, maupun kulit biji, sehingga keberadaan senyawa-senyawa tersebut akan menghambat proses pertumbuhan tunas/pucuk, per-kecambahan, pembungaan, serta mempercepat proses penuaan atau pengguguran daun, bunga, dan buah. (Anonim, 2008).
Ahli fisiologi benih biasanya menetapkan perkecambahan sebagai suatu kejadian yang diawali dengan imbibisi dan diakhiri ketika radikula (akar lembaga) atau kotiledon atau hipokopotil memanjang atau muncul melewati kulit biji. Biji dapat tetap viabel (hidup), tetapi tak dapat berkecambah atau tumbuh karena beberapa penyebab, baik itu berasal dari luar maupun dari dalam biji itu sendiri. Peristiwa ini kemudian kita kenal dengan istilah dormansi biji. Dormansi pada biji merupakan suatu peristiwa dimana biji tertahan atau terhambat untuk berkecambah. Dormansi pada biji ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya (Goldworthy, 1992):
1. Biji yang belum matang, dalam hal ini adalah embrio yang masih immature dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti : ketika terjadi abscission (gugurnya buah dari tangkainya) embrio masih belum menyelesaikan tahap perkembangannya, embrio belum mengalami diferensiasi atau masih butuh waktu untuk mencapai bentuk dan ukuran yang sempurna.
2. Impermiabilitas kulit biji terhadap air dan oksigen, yang dapat diuraikan sebagai berikut :
Bagian biji yang impermeabel: membran biji, kulit biji, nucellus, pericarp, endocarp
Impermeabilitas dapat disebabkan oleh deposisi bermacam-macam substansi (misalnya cutin, suberin, lignin) pada membran.
 Kulit biji yang keras dapat disebabkan oleh pengaruh genetik maupun lingkungan. Pematahan dormansi kulit biji ini dapat dilakukan dengan skarifikasi mekanik.
Bagian biji yang mengatur masuknya air ke dalam biji: mikrofil, kulit biji, raphe/hilum, strophiole; adapun mekanisme higroskopiknya diatur oleh hilum.
Keluar masuknya O2 pada biji disebabkan oleh mekanisme dalam kulit biji. Dormansi karena hambatan keluar masuknya O2 melalui kulit biji ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur tinggi dan pemberian larutan kuat.
Dormansi karena immature embryo ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur rendah dan zat kimia.
3. Kondisi lingkungan yang tidak mendukung untuk terjadinya suatu proses perkecambahan.
Senyawa penghambat kimia, sering juga terdapat pada biji dan sering kali zat penghambat ini harus dikeluarkan terlebih dahulu sebelum perkecambahan dapat berlangsung. Di alam, bila curah hujan cukup akan dapat mencuci zat penghambat biji ini, kemudian tanah kan cukup basah bagi kecambah baru untuk hidup. Hal ini khususnya penting bagi tanaman digurun, karena kelembaban udara merupakan faktor yang sangat penting dibandingkan faktor lainnya seperti suhu. Vest, pada tahun 1972, mendapatkan bahawa biji Atriplex mengandung cukup banyak natrium klorida (NaCl) untuk menghambat perkecambahan biji secara osmotik. Biasanya senyawa penghambat ini lebih rumit dibandingkan dengan garam dapur biasa dan penghambat mewakili berbagai macam kelompok senyawa organik. Beberapa diantaranya adalah kompleks pelepas sianida (khususnya biji Rosaceae). Bahan [enting lainnya umumnya mencakup asam organik, lakton tak jenuh khususnya kumarin, asam parasorbat dan protoamenomin, aldehid, minyak esensial, alkaloid, dan senyawa fenol. Asam abisat (ABA) sering terdapat pada biji dorman, tetapi kebanyakan sudah hilang jauh sebelum dormansi berakhir. Jadi ABA, mungkin merupakan pengahmabat kuat bagi perkecambahan bila senyawa tersebut ada, namun pastilah ada banyak penghambat lain yang menyebabkan dormansi biji (Anonim, 2002).
Penghambat perkecambahan ini tidak hanya berasal atau terdapat di biji, tetapi ada juga yang terdapat di daun, akar dan bagian tumbuhan lain. Bila terbawa keluar tumbuhan atau dilepaskan selama pembusukan sampah, senyawa penghambat dapat menghambat perkecambahan biji atau perkembangan akar disekitar tanaman induk. Senyawa yang dihasilkan oleh suatu tumbuhan yang dapat mengganggu tumbuhan lain dinamakan alelopati. Bahkan ada beberapa bahan yang dihasilkan oleh organisme lain yng bertindak sebagai pemacu perkecambahan, contohnya nitrat adalah pemacu perkecambahan yang sering atau lazim digunakan di laboratorium fisiologi benih dan senyawa ini dihasilkan dari sisa-sisa pembusukan tumbuhan atau hewan (Dwidjoseputro, 1992).


BAB III
METODE PERCOBAAN

III. 1 Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah mampan (3 buah), pisau silet dan alat saring.

III. 2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah gabah (Oryza sativa), buah jeruk nipis (Cytrus aurantifolia), buah tomat (Solanum lycopersicum), air, aquades, dan tissue.

III. 3 Cara Kerja
Prosedur kerja dari percobaan ini adalah :
1. Mencuci buah tomat (Solanum lycopersicum) dan buah jeruk nipis (Cytrus aurantifolia) kemudian diperas, lalu menyaring cairan yang diperoleh dan membuang ampasnya.
2. Menyediakan 3 buah mampan yang masing-masing diisi dengan aquades, sari tomat, dan sari jeruk nipis, kemudian memberi label pada masing-masing mampan.
3. Memasukkan 20 butir gabah pada masing-masing mampan.
4. Meletakkan ketiga mampan yang telah berisi gabah pada di tempat yang aman dan terkena sinar matahari.
5. Melakukan pengamatan selama 7 hari.
6. Mengganti air tomat, sari jeruk nipis, dan aquades pada tiap mampan pada setiap hari pengamatan.


IV.2. Pembahasan
Dalam percobaan ini akan dilihat bagaimana pengaruh zat pengahambat terhadap perkecambahan biji. Biji yang digunakan yaitu padi (Oryza sativa) dan zat penghambatnya adalah daging buah tomat (Solanum lycopersicum), dan jeruk nipis (Cytrus aurantifolia). Namun terjadi kegagalan dalam percobaan kali ini, karena objek penelitian kami diganggu oleh tikus sehingga percobaan kami ini gagal.
Menurut teori, tomat (Solanum lycopersicum) mengandung asam absisat (ABA) yang merupakan zat penghambat (inhibitor) perkecambahan, sedangkan jeruk nipis (Cytrus aurantifolia) mengandung asam askorbat yang mengganggu penyerapan panjang gelombang, sehingga menghambat perkecambahan tumbuhan.
Biji yang dikecambahkan pada air jeruk dan air tomat tidak dapat berkecambah karena didalam kedua cairan tersebut terdapat inhibitor yang dapat menghambat perkecambahan biji. Pada cairan jeruk terdapat inhibitor asam askorbat, sedangkan pada tomat terdapat inhibitor asam abisat (ABA). Sedangkan biji yang dikecambahkan pada aquadest dapat mengalami perkecambahan karena aquades dapat menetraslisir zat inhibitor yang ada.
Mekanisme penghambatan biji pada asam askorbat yaitu pada jeruk nipis berlangsung secara kimiawi. Biji padi sebelumnya telah mengalami dormansi yang terjadi akibat kulit biji yang tidak permeable terhadap air dan oksigen. Akibatnya hanya sedikit oksigen yang dapat masuk kedalam biji, sehingga pengaruh asam dari asam askorbat tidak dapat dinetralisir, akibatnya biji tidak dapat berkecambah.
Asam Abisat yang terkandung dalam cairan tomat memiliki 3 efek utama yang ditentukan oleh jaringan yang terlibat didalamnya, yaitu memberikan efek pada membran plasma sel akar, menghambat sintesa protein, mengnonaktifkan gen yang tertentu secara khas (efek dari transkripsi) yang menunjukkan adanya pengendalian yang kuat terhadapo proses perkecambahan tumbuhan, termasuk dalam perkecambahan biji.


BAB V
PENUTUP

V.1. Kesimpulan
Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada percobaan ini dapat disimpulkan sebagai berikut Buah jeruk (Cytrus aurantifolia) mengandung inhibitor berupa asam askorbat, dan buah tomat (Solanum lycopersicum) mengandung asam absisat (ABA) sehingga kedua cairan tersebut dapat mengahambat perkecambahan biji padi (Oryza sativa).

V.2. Saran
Untuk Asisten, Sebaiknya tetap mempertahankan sikap loyal dan profesionalismenya dalam membimbing praktikannya. Sebaiknya kelak dalam melakukan praktikum ini digunakan Buah-buah yang lain untuk melihat senyawa yang merupakan inhibitor terhadap perkecambahan.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008, Zat Penghambat Tumbuhan (Inhibitor), http://pustaka.ut.ac.id/, diakses pada tanggal 15 Oktober 2008 pukul 19:27.

Anonim, 2002, Fenomena Vivipary Labu Siam, http://tumoutou.net/, diakses pada tanggal 15 Oktober 2008 pukul 19:26.

Dwidjoseputro, D., 1992, Pengantar Fisiologi Tumbuhan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Goldsworthy, F.R., dan Fisher, 1992, Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik, UGM Press, Yogyakarta.

Salisbury, F.B. dan Ross, C.W., 1995, Fisiologi Tumbuhan Jilid 2, ITB Press, Bandung.

Wattimena, G. A., 1998, Zat Pengatur Tumbuh Tanaman, Bogor, Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Pertanian Bogor.



LAPORAN PRAKTIKUM
FISIOLOGI TUMBUHAN

PERCOBAAN VIII
TANGGAPAN TROPISME PADA TUMBUHAN


Nama : Putut Riharista
Nim : 4450407002
Kelompok : 4 (Empat)
Tgl. Percobaan : 12 Desember 2009
Asisten : Dinar & Nawawi

LABORATORIUM JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
SEMARANG
2009
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Tumbuhan bereaksi terhadap perubahan lingkungan dengan perwujudan yang tampak antara lain pada pertumbuhannya. Respon terhadap perubahan lingkungan yang diwujudkan sebagai pertumbuhan mengakibatkan bagian tertentu lebih cepat tumbuh dibandingkan yang lainnya. Respon ini dapat menghasilkan gerak yang nyata walaupun umumnya lebih lambat dari pada gerak nasti. Di antara gerak akibat tumbuh yang dikenal adalah gerak tropisme. Arah gerak tumbuhan karena rangsang cahaya disebut fototropisme (Tim dosen, 2008).
Fototropisme yang dilakukan tumbuhan inilah yang kemudian ingin dilihat dalam percobaan ini. Percobaan kali ini menggunakan tumbuhan yang menggunakan median air dan menempatkannya pada tempat yang mendapatkan rangsangan cahaya matahari. Kemudian melihat gerak tumbuhan yang akan dipengaruhi oleh rangsangan cahaya yang berasal dari berbagai arah. Kemudian akan dilihat gerak tumbuhan yang menjauhi atau mendekati arah rangsangan yang ada. Fototropisme yang merupakan gerak tumbuhan akibat adanya rangsangan cahaya oleh cahaya matahari inilah yang melatarbelakangi dilakukannya percobaan kali ini.

I.2 Tujuan percobaan
Tujuan diadakannya percobaan ini adalah untuk melihat arah gerak tumbuhan dari tanaman sambiloto Andrografis padiculata.

I.3 Waktu dan Tempat
Percobaan ini dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 14 Oktober 2009, pukul 14.00 - 17.00 WIB. Dilaksanakan di Laboratorium Botani Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Dan pengamatan dilakukan selama 5 hari.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Setiap organisme mampu menerima rangsang yang disebut iritabilitas, dan mampu pula menanggapi rangsang tersebut. Salah satu bentuk tanggapan yang umum adalah berupa gerak. Gerak berupa perubahan posisi tubuh atau perpindahan yang meliputi seluruh atau sebagian dari tubuh. Jika pada hewan rangsang disalurkan melalui saraf, maka pada tumbuhan rangsang disalurkan melalui benang plasma (plasmodema) yang masuk ke dalam sel melalui dinding yang disebut noktah (Salisbury dan Ross, 1995).
Gerak pada tumbuhan dibagi 3 golongan, yaitu (Anonim, 2000):
1. Gerak higroskopis yaitu gerak yang ditimbulkan oleh pengaruh perubahan kadar air. Misalnya: gerak membukanya kotak spora, pecahnya buah tanaman polong.
2. Gerak etionom yaitu gerak yang dipengaruhi rangsang dari luar.
3. Gerak endonom yaitu gerak yang belum/tidak diketahui sebabnya. Karena belum diketahui sebabnya ada yang menduga tumbuhan itu sendiri yang menggerakkannya gerak otonom, misalnya aliran plasma sel.
Gerak etionom merupakan reaksi gerak tumbuhan yang disebabkan oleh adanya rangsangan dari luar. Berdasarkan hubungan antara arah respon gerakan dengan asal rangsangan, gerak etionom dapat dibedakan menjadi gerak taksis, tropisme, dan nasti. Jika yang bergerak hanya bagian dari tumbuhan maka disebut gerak tropisme. Jika yang bergerak seluruh bagian tumbuhan maka disebut gerak taksis. Jika gerakan itu tidak dipengaruhi oleh arah datangnya rangsangan disebut gerak nasti (Anonim, 2008).
Tropisme adalah gerak bagian tumbuhan yang arah geraknya dipengaruhi arah datangnya rangsangan. Bagian yang bergerak itu misalnya cabang, daun, kuncup bunga atau sulur. Gerak tropisme dapat dibedakan menjadi tropisme positif apabila gerak itu menuju sumber rangsang dan tropisme negatif apabila gerak itu menjauhi sumber rangsang. Ditinjau dari macam sumber rangsangannya, tropisme dapat dibedakan lagi menjadi fototropisme, geotropism, hidrotropisme, kemotropisme, dan tigmotropisme(Anonim, 2008).
a. Fototropisme
Fototropisme adalah gerak bagian tumbuhan karena rangsangan cahaya. Gerak bagian tumbuhan yang menuju kearah cahaya disebut fototropisme positif. Misalnya gerak ujung batang tumbuhan yang membelok ke arah datangnya cahaya.
b. Geotropisme
Geotropisme adalah gerak bagian tumbuhan karena pengaruh gravitasi bumi (geo = bumi). Jika arah geraknya menuju rangsang disebut geotropisme positif, misalnya gerakan akar menuju tanah. Jika arah geraknya menjauhi rangsang disebut geotropisme negatif, misalnya gerak tumbuh batang menjauhi tanah.
c. Hidrotropisme
Hidrotropisme adalah gerak bagian tumbuhan karena rangsangan air (hidro = air). Jika gerakan itu mendekati air maka disebut hidrotropisme positif. Misalnya, akar tanaman tumbuh bergerk menuju tempat yang banyak airnya ditanah. Jika tanaman tumbuh menjauhi air disebut hidrotropisme negatif. Misal, gerak pucuk batang tumbuhan yang tumbuh keatas air.
d. Kemotropisme
Kemotropisme adalah gerak bagian tumbuhan karena rangsangan zat kimia. Jika gerakannya mendekati zat kimia tertentu disebut kemotropisme positif. Misalnya, gerak akar menuju zat didalam tanah. Jika gerakannya menjauhi zat kimia tertentu disebut kemotropisme negatif, contohnya gerak akar menjauhi racun.
e. Tigmotropisme
Gerak bagian tumbuhan karena adanya rangsangan sentuhan satu sisi atau persinggungan disebut trigmotropisme. Gerakan ini tampak jelas pada gerak membelit ujung batang ataupun ujung sulur dari Cucurbitaceae dan Passiflora. Contoh tanaman yang bersulur adalah ercis, anggur, markisa, semangka, dan mentimun.
Gerak Nasti
Gerak Nasti adalah gerak bagian tubuh tumbuhan yang artinya tidak dipengaruhi oleh rangsangan. Jenis gerak nasti dibagi menjadi(Sam Arianto, 2008).
a. Tigmonosti (Seismonasti)
Tigmonosti adalah gerak nasti yang disebabkan oleh rangsang mekanisme berupa sentuhan atau tekanan.Contohnya : menutupnya daun putrid malu.
b. Termonasti, gerak nasti karena pengaruh rangsang cahaya. Contoh : gerak membukanya buka tulip.
c. Fotonasti, gerak nasti karena pengaruh rangsang cahaya. Contoh : gerak mekarnya bunga pukul empat, bunga waru, dan bunga kupu – kupu.
d. Niktinasti, gerak menutup atau rebahnya tumbuhan karena pengaruh gelap atau menjelang malam. Contoh : gerak tidur daun lamtoro pada malam hari.
e. Nasti Kompleks, gerak nasti yang disebabkan oleh beberapa factor sekaligus yang saling terikat. Contoh : Membuka dan menutupnya sel pada stomata.
Gerak Taksis
Taksis merupakan gerak perpindahan tempat sebagian atau seluruh bagian tumbuhan akibat dari adanya rangsangan (Sam Arianto, 2008).
Macam – macam taksis yaitu (Sam Arianto, 2008) :
a. Kemotaksis, gerak taksis yang disebabkan oleh zat kimia. Contohnya pergerakan sel gamet jantan pada tumbuhan lumurt bergerak menuju sel gamet betina.
b. Fototaksis, gerak taksis yang disebabkan oleh cahaya matahari. Contohnya pergerakan ganggang hijau chlamy domonos yang langsung bergerak menuju cahaya yang intensitasnya sedang.


BAB III
METODE PERCOBAAN

III. 1 Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah tabung reaksi, penjepit buret, kuas, pensil gelas, standar/statif.

III. 2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah tanaman sambiloto, karet gelang, Sambiloto Andrografis padiculata, dan lilin cair atau vaselin cair.

III. 3 Cara Kerja
Prosedur kerja dari percobaan ini adalah :
1. Mengisi tabung reaksi dengan air dan menutup masing-masing tabung dengan sumbat berlubang satu.
2. Mengambil 4 cabang tanaman, masing-masing dilepaskan daunnya dalam jarak 8 cm dari pangkal cabang.
3. Memasukkan cabang ke dalam sumbat tabung hingga kurang lebih 5 cm dari cabang yang terendam air.
4. Merapatkan tutup tabung dan mengolesinya dengan vaselin.
5. Menandai tabung dengan pensil : A, B, C dan D.
6. Memasang penjepit buret pada tabung dan memasangnya pada standar masing-masing dengan kedudukan seperti gambar.
7. Meletakkan seluruh rangkaian alat di tempat yang mendapat cahaya matahari dari satu arah.
8. Mengamati cabang-cabang tanaman setiap hari selama satu minggu.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1. Hasil Pengamatan
Tabung Kondisi awal batang Kondisi akhir batang
A ke bawah ujung batang membelok ke atas
B ke atas Batang ke atas
C ke samping kiri uujung batang membelok ke atas
D ke samping kanan ujung batang membelok ke atas


IV.2. Pembahasan
Dalam percobaan ini ingin dilihat bagaimana pengaruh arah rangsangan cahaya yang telah diberikan pada tumbuhan Sambiloto Andrografis padiculata. kedudukan tumbuhan yang ada dalam bentuk bermacam-macam. Pertama tumbuhan diletakkan terbalik ke bawah, lalu berdiri mengarah ke atas, kemudian ujung batang mengahadap ke samping kiri dan terakhir menghadap ke samping kanan.
Namun ke empat tabung yang berisi tumbuhan dengan kedudukan bermacam-macam, pada posisi akhir tumbuhan tersebut bergerak ke satu arah yaitu ke atas. Sehingga dapat dikatakan tumbuhan tersebut bergerak ke arah rangsangan cahaya matahari datang yaitu dari atas. Gerak inilah yang kemudian disebut fototropisme yaitu gerak pada tumbuhan yang dipengaruhi oleh arah datangnya cahaya matahari. Tabung A, B, C, dan D mengalami fototropisme positif yaitu fototropisme yang menyebabkan tumbuhan mendekati arah rangsangan cahaya.

BAB V
PENUTUP

V.1. Kesimpulan
Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada percobaan ini dapat disimpulkan bahwa Sambiloto Andrografis padiculata yang diletakkan dengan kedudukan bermacam-macam teteap akan bergerak pada arah datangnya rangsangan cahaya yaitu ke atas.

V.2. Saran
Untuk Asisten, Sebaiknya tetap mempertahankan sikap loyal dan profesionalismenya dalam membimbing praktikannya. Sebaiknya kelak dalam melakukan praktikum ini bukan hanya tropisme yang diteliti tapi gerak tumbuhan lainnya.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2000, Gerak pada Tumbuhan, http://free.vlsm.org/, diakses pada tanggal 9 Deseember 2008 pukul 19:27.

Anonim, 2008, Gerak pada Tumbuhan, http://ngaliyan.files.wordpress.com/, diakses pada tanggal 9 Desember 2008 pukul 19:26.

Sam Arianto, 2008, Gerak pada Tumbuhan, http://sobatbaru.blogspot.com/, diakses pada tanggal 9 Desember 2008 pukul 19:30.

Salisbury, dkk., 1995. Fisiologi Tumbuhan jilid 3, ITB, Bandung.

Tim dosen, 2008, Penuntun Praktikum Fisiologi Tumbuhan, Universitas Negeri, Semarang.


LAPORAN PRAKTIKUM
FISIOLOGI TUMBUHAN

PERCOBAAN I
DORMANSI PADA BIJI


Nama : Putut Riharista
Nim : 4450407002
Kelompok : 4 (Empat)
Tgl. Percobaan : 14 Oktober 2009
Asisten : Dinar & Nawawi

LABORATORIUM JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
SEMARANG
2009

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Dalam bidang komoditas tanaman pangan, pada setiap musim tanam masih sering terjadi masalah karena produksi benih bermutu yang belum mencukup permintaan pengguna/petani. Masalah ini disebabkan oleh adanya satu masa “istirahat” yang dialami oleh benih yang ditanam. Masa istirahat ini disebut dengan dormansi, dormansi menyebabkan tidak adanya pertumbuhan pada biji atau benih walaupun kondisi lingkungan mendukung untuk terjadinya perkecambahan (Anonim, 2008).
Hampir semua tumbuhan darat, baik tumbuhan rendah maupun tumbuhan tingkat tinggi dalam siklus hidupnya akan dijumpai adanya fase dormansi. Dormansi ini dapat terjadi baik pada seluruh tumbuhan atau organ tertentu yang disebabkan oleh faktor eksternal maupun faktor internal, yang bertujuan untuk mempertahankan diri pada kondisi yang kurang menguntungkan. Gejala dormansi dapat dijumpai pada biji dan organ tumbuhan lainnya, seperti tunas, rhizoma dan umbi lapis (bulb) (Anonim, 2008).
Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan proses perkecambahan tersebut (Anonim, 2008).
Dormansi kuncup
Di wilayah beriklim sedang, dormansi biji dan kuncup mempunyai banyak persamaan. Pada kuncup, induksi dormansi sama pentingnya dengan berakhirnya dormansi. Dormansi kuncup hampir selalu berkembang sebelum terbentuknya warna pada musim gugur dan mengeringnya daun. Kuncup berbagai pohon berhenti di tengah musim panas dan memperlihatkan sedikit pertumbuhan kembali di akhir musim panas sebelum memasuk dormansi penuh di musim gugur (Salisbury dan Ross, 1995).
Pada banyak spesies, dormansi kuncup diinduksi oleh suhu rendah, tetapi ada juga respon terhadap panjang hari, khususnya jika suhu tetap tinggi. Perlakuan hari pendek menyebabkan terjadinya pembentukan kuncup akhir yang dorman dan terlambatnya pemanjangan ruas dan pemanjangan daun, tetapi sering daun tidak gugur (Salisbury dan Ross, 1995).

I.2 Tujuan percobaan
Tujuan diadakannya percobaan ini adalah untuk mematahkan dormansi pada biji karena kulit biji yang keras, dengan perlakuan secara fisik yaitu dikikir dan kimia yaitu menggunakan larutan H2SO4.

I.3 Waktu dan Tempat
Percobaan ini dilaksanakan di Laboratorium Botani Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Dan dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 14 Oktober 2009, pukul 14.00 - 17.00 WIB. Dan dilakukan pengamatan selama 4 minggu atau 28 hari.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Dormansi merupakan kondisi fisik dan fisiologis pada biji yang mencegah perkecambahan pada waktu yang tidak tepat atau tidak sesuai. Dormansi membantu biji mempertahankan diri terhadap kondisi yang tidak sesuai seperti kondisi lingkungan yang panas, dingin, kekeringan dan lain-lain. Sehingga dapat dikatakan bahwa dormansi merupakan mekanisme biologis untuk menjamin perkecambahan biji berlangsung pada kondisi dan waktu yang tepat untuk mendukung pertumbuhan yang tepat. Dormansi bisa diakibatkan karena ketidakmampuan sumbu embrio untuk mengatasi hambatan (Anonim, 2007).
Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun pada embryo. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embryo (Anonim, 2006).
Faktor-faktor yang menyebabkan dormansi pada biji dapat dikelompokkan dalam: (a) faktor lingkungan eksternal, seperti cahaya, temperatur, dan air; (b) faktor internal, seperti kulit biji, kematangan embrio, adanya inhibitor, dan rendahnya zat perangsang tumbuh; (c) faktor waktu, yaitu waktu setelah pematangan, hilangnya inhibitor, dan sintesis zat perangsang tumbuh. Dormansi pada biji dapat dipatahkan dengan perlakuan mekanis, cahaya, temperatur, dan bahan kimia. Proses perkecambahan dalam biji dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu proses perkecambahan fisiologis dan proses perkecambahan morfologis. Sedangkan dormansi yang terjadi pada tunas-tunas lateral merupakan pengaruh korelatif dimana ujung batang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan bagian tumbuhan lainnya yang dikenal dengan dominansi apikal. Derajat dominansi apikal ditentukan oleh umur fisiologis tumbuhan tersebut (Anonim, 2008).
Benih yang mengalami dormansi biasanya disebabkan oleh (Anonim, 2008) :
Rendahnya / tidak adanya proses imbibisi air yang disebabkan oleh struktur benih (kulit benih) yang keras, sehingga mempersulit keluar masuknya air ke dalam benih.
Respirasi yang tertukar, karena adanya membran atau pericarp dalam kulit benih yang terlalu keras, sehingga pertukaran udara dalam benih menjadi terhambat dan menyebabkan rendahnya proses metabolisme dan mobilisasi cadangan makanan dalam benih.

Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio, karena kulit biji yang cukup kuat sehingga menghalangi pertumbuhan embrio. Pada tanaman pangan, dormansi sering dijumpai pada benih padi, sedangan pada sayuran dormansi sering dijumpai pada benih timun putih, pare dan semangka non biji. Dormansi diklasifikasikan menjadi bermacam-macam kategori berdasarkan faktor penyebab, mekanisme dan bentuknya (Anonim, 2006) yaitu : a. Berdasarkan faktor penyebab dormansi 1. Imposed dormancy (quiscence): terhalangnya pertumbuhan aktif karena keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan. 2. Imnate dormancy (rest): dormancy yang disebabkan oleh keadaan atau kondisi di dalam organ-organ biji itu sendiri. b. Berdasarkan mekanisme dormansi di dalam biji Mekanisme fisik Merupakan dormansi yang mekanisme penghambatannya disebabkan oleh organ biji itu sendiri terbagi menjadi (Anonim, 2006): 1. mekanis : embrio tidak berkembang karena dibatasi secara fisik. 2. fisik: penyerapan air terganggu karena kulit biji yang impermeable. 3. kimia: bagian biji/buah mengandung zat kimia penghambat Mekanisme fisiologis Merupakan dormansi yang disebabkan oleh terjadinya hambatan dalam proses fisiologis; terbagi menjadi (Anonim, 2006):



1. photodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh keberadaan cahaya
2. immature embryo: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh kondisi embrio yang tidak/belum matang
3. thermodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh suhu
c. Berdasarkan bentuk dormansi
Kulit biji impermeabel terhadap air/O2
1. Bagian biji yang impermeabel: membran biji, kulit biji, nucellus, pericarp, endocarp.
2. Impermeabilitas dapat disebabkan oleh deposisi bermacam-macam substansi (misalnya cutin, suberin, lignin) pada membran.
3. Kulit biji yang keras dapat disebabkan oleh pengaruh genetik maupun lingkungan. Pematahan dormansi kulit biji ini dapat dilakukan dengan skarifikasi mekanik.
4. Bagian biji yang mengatur masuknya air ke dalam biji: mikrofil, kulit biji, raphe/hilum, strophiole; adapun mekanisme higroskopiknya diatur oleh hilum.
5. Keluar masuknya O2 pada biji disebabkan oleh mekanisme dalam kulit biji. Dormansi karena hambatan keluar masuknya O2 melalui kulit biji ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur tinggi dan pemberian larutan kuat.
Embrio belum masak (immature embryo)
1. Ketika terjadi abscission (gugurnya buah dari tangkainya), embrio masih belum menyelesaikan tahap perkembangannya. Misal: Gnetum gnemon (melinjo)
2. Embrio belum terdiferensiasi
3. Embrio secara morfologis sudah berkembang, namun masih butuh waktu untuk mencapai bentuk dan ukuran yang sempurna.
Dormansi karena immature embryo ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur rendah dan zat kimia.
Biji membutuhkan pemasakan pascapanen (afterripening) dalam penyimpanan kering
Dormansi karena kebutuhan akan afterripening ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur tinggi dan pengupasan kulit.
Biji membutuhkan suhu rendah
Biasa terjadi pada spesies daerah temperate, seperti apel dan Familia Rosaceae. Dormansi ini secara alami terjadi dengan cara: biji dorman selama musim gugur, melampaui satu musim dingin, dan baru berkecambah pada musim semi berikutnya. Dormansi karena kebutuhan biji akan suhu rendah ini dapat dipatahkan dengan perlakuan pemberian suhu rendah, dengan pemberian aerasi dan imbibisi.
Ciri-ciri biji yang mempunyai dormansi ini adalah (Anonim, 2006):
1. jika kulit dikupas, embrio tumbuh
2. embrio mengalami dormansi yang hanya dapat dipatahkan dengan suhu rendah
3. embrio tidak dorman pada suhu rendah, namun proses perkecambahan biji masih membutuhkan suhu yang lebih rendah lagi
4. perkecambahan terjadi tanpa pemberian suhu rendah, namun semai tumbuh kerdil
5. akar keluar pada musim semi, namun epicotyl baru keluar pada musim semi berikutnya (setelah melampaui satu musim dingin).
Biji bersifat light sensitive
Cahaya mempengaruhi perkecambahan dengan tiga cara, yaitu dengan intensitas (kuantitas) cahaya, kualitas cahaya (panjang gelombang) dan fotoperiodisitas (panjang hari).
Dormansi karena zat penghambat
Perkecambahan biji adalah kulminasi dari serangkaian kompleks proses-proses metabolik, yang masing-masing harus berlangsung tanpa gangguan. Tiap substansi yang menghambat salah satu proses akan berakibat pada terhambatnya seluruh rangkaian proses perkecambahan. Beberapa zat penghambat dalam biji yang telah berhasil diisolir adalah soumarin dan lacton tidak jenuh; namun lokasi penghambatannya sukar ditentukan karena daerah kerjanya berbeda dengan tempat di mana zat tersebut diisolir. Zat penghambat dapat berada dalam embrio, endosperm, kulit biji maupun daging buah.

BAB III
METODE PERCOBAAN

III. 1 Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah botol sampel, amplas, pinset, pipet volume dan pipet tetes.

III. 2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah biji flamboyan (Delonix Regia), air panas, air dingin, air biasa, larutan H2SO4 pekat, aquadest, dan polybag.

III. 3 Cara Kerja
Prosedur kerja dari percobaan ini adalah :
1. Membagi kelompok biji flamboyan menjadi 5 kelompok dengan masing-masing kelompok 5 biji.
2. Kelompok 1, menghilangkan sebagian kulit bijinya pada bagian yang tidak ada lembaganya dengan mengikir menggunakan amplas.
3. Kelompok 2, merendam dalam H2SO4 pekat selama 10 menit, kemudian mencucinya.
4. Kelompok 3, merendam dalam air panas selama 10 menit.


5. Kelompok 4, merendam dengan air dingin selama 10 menit.
6. Kelompok 5, merendam dengan air biasa selama 10 menit.
7. Kemudian masing-masing kelompok tersebut ditanam dalam polybag yang telah berisi tanah dan pupuk.
8. Melakukan pengamatan selama 4 minggu dengan mengukur tinggi tanaman dan jumlah daun.


Senyawa penghambat Osmotik dan kimia
Senyawa penghambat osmotik dan kimia yang menyebabkan biji pada buah tomat yang masak tidak berkecambah di dalam buah. Dalam buah potensial osmotik air terlalu negatif untuk perkecambahan. Penghambat khusunya perkecambahan embrio yaitu ABA dalam endosperm yang sedang berkembang (Salisbury dan Ross, 1995).


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN


Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian perilaku fisik dan kimia terhadap pematahan dormansi biji flamboyan Delonix rigea. Ada 5 macam perlakuan yang diberikan pada biji yaitu pengamplasan pada bagian biji tempat keluarnya kotiledon yang merupakan perlakuan secara fisil dan perlakuan kimia dengan perendaman biji pada larutan yang berbeda-beda.
Biji yang diberi perlakuan fisik dengan dikikir mengalami pematahan dormansi terbukti dalam setiap minggu biji ini mengalami pertumbuhan yang pesat. Perlakuan dengan perendaman air panas tidak dapat mematahkan dormansi dari biji karena biji ini tidak mengalami pertumbuhan sama sekali. hal ini kemungkinan disebabkan oleh faktor pemberian air yang kurang mendidih dan perendaman dengan waktu yang sebentar sehingga kulit luar belum lunak untuk dapat ditembus oleh air. Perlakuan dengan perendaman H2SO4 juga tidak mengalami pertumbuhan disebabkan karena biji yang berada dalam kondisi asam akan mematikan pertumbuhan kotiledon begitu pula dalam kondisi dingin dimana biji akan sulit untuk tumbuh. perendaman dengan air biasa dalam hal ini aquadest tidak tumbuh munkin disebabkan oleh keadaan anantomi biji yang kurang baik.
Percobaan ini sedikit melenceng dari teori yang menyatakan bahwa sejumlah besar perlakuan diantaranya pemberian air panas dan pemberian asam sulfat efektif dalam mengurangi kandungan dalam biji keras. Dengan kata lain perlakuan ini dapat menghilangkan sumbat hilum dan mengurangi kandungan kulit biji yang keras sehingga biji dapat tumbuh dengan baik.
Pengamplasan bertujuan untuk membuat kulit biji yang keras dan tebal. menjadi lebih tipis sehingga memudahkan imbibisi air, selain itu kotiledon akan lebih cepat keluar menembus kulit biji. Perlakuan dengan perendaman air panas bertujuan untuk memberikan suhu yang ekstrim pada biji sehingga kulit biji yang tebal dapat lebih mudah ditembus oleh kotiledon.


BAB V
PENUTUP

V. 1 Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil pengamatan, kesimpulan dari percobaan ini adalah :
1. Ada 2 cara yang dapat mematahkan dormansi yakni cara fisik dengan pengamplasan dan cara kimia dengan perendaman menggunakan air panas dan H2SO4.
2. dormansi dapat dipatahkan pada perlakuan pengamplasan biji sedangkan perlakuan lain tidak dapat mematahkan dormansi.

V. 1 Saran
Sebaiknya saat mengadakan percobaan ini, perendaman dan pemberian perlakuan dilakukan dengan baik karena hal tersebut merupakan salah satu faktor penting dalam percobaan ini.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008, Biji, http://id.wikipedia.org/, diakses pada tanggal 13 Oktober 2008 pukul 21:38.

Anonim, 2006, Dormansi dan Perkecambahan Biji, http://elisa.ugm.ac.id/, diakses pada tanggal 13 Oktober 2008 pukul 22:53.

Anonim, 2008, Dormansi Benih dan Pemecahannya, http://pustaka.ut.ac.id//, diakses pada tanggal 15 April 2008 pukul 21:38.

Anonim, 2006, Pertumbuhan dan Perkembangan Biji, http://www.freewebs.com//, diakses pada tanggal 13 Oktober 2008 pukul 21:36.

Anonim, 2007, Biji dan Perkembangan Biji, http:// www.sith.itb.ac.id//, diakses pada tanggal 13 Oktober 2008 pukul 22:34.

Salisbury, dkk., 1995. Fisiologi Tumbuhan jilid 3, ITB, Bandung.


LAPORAN PRAKTIKUM
FISIOLOGI TUMBUHAN

PERCOBAAN II
PENGARUH AUKSIN TERHADAP PEMANJANGAN JARINGAN


Nama : Putut Riharista
Nim : 4450407002
Kelompok : 4 (Empat)
Tgl. Percobaan : 21 Oktober 2009
Asisten : Dinar & Nawawi

LABORATORIUM BOTANI JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2009
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Selain pupuk sebagai sumber nutrisi, tanaman juga memerlukan beberapa unsur (Zat) lain untuk mengendalikan dan mendukung kelangsungan hidupnya. Unsur tersebut biasa disebut dengan Zat Pengatur Tumbuh atau ZPT. Unsur ZPT ini merupakan hormon pada tumbuhan yang merupakan senyawa kimia yang diekskresi oleh suatu organ atau jaringan yang dapat mempengaruhi organ atau jaringan lain dengan cara khusus. Berbeda dengan yang diproduksi oleh hewan senyawa kimia pada tumbuhan sering mempengaruhi sel-sel yang juga penghasil senyawa tersebut disamping mempengaruhi sel lainnya. Dan salah satu tipe Zat Pengatur Tumbuhan tersebut yang telah diidentifikasi yaitu auksin (Anonim, 2008).
Auksin merupakan hormon terhadap tumbuhan yang mempunyai peranan luas terhadap pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Sifat penting auksi adalah berdasarkan konsentrasinya, dapat merangsang dan menghambat pertumbuhan. Auksin berperan penting dalam perubahan dan pemanjangan sel (Tim dosen, 2008).
Oleh karena itu, untuk melihat dan memahami lebih lanjut mengenai pengaruh hormon tumbuh (auksin) terhadap pemanjangan jaringan akar dan batang, maka diadakanlah percobaan ini.


I.2 Tujuan percobaan
Tujuan diadakannya percobaan ini adalah untuk melihat pengaruh hormon tumbuh (auksin) terhadap pemanjangan jaringan akar dan batang kacang hijau (Phaseolus radiatus).

I.3 Waktu dan Tempat
Percobaan ini dilaksanakan di Laboratorium Botani Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 21 Oktober 2009, pukul 14.00 - 17.00 WITA. Dan pengamatan dilakukan selama 2 hari.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Istilah auksin berasal dari bahasa yunani yaitu auxien yang berarti meningkatkan. Auksin ini pertama kali digunakan Frits Went, seorang mahasiswa pascasarjana di negeri belanda pada tahun 1962, yang menemukan bahwa suatu senyawa yang belum dapat dicirikan mungkin menyebabkan pembengkokan koleoptil oat kerah cahaya. Fenomena pembengkokan ini dikenal dengan istilah fototropisme. Senyawa ini banyak ditemukan Went didaerah koleoptil. Aktifitas auksin dilacak melalui pembengkokan koleoptil yang terjadi akibat terpacunya pemanjangan pada sisi yang tidak terkena cahaya matahari (Salisbury dan Ross, 1995).
Auksin yang ditemukan Went, kini diketahui sebagai Asam Indole Asetat (IAA) dan beberapa ahli fisiologi masih menyamakannya dengan auksin. Namun tumbuhan mengandung 3 senyawa lain yang struktrurnya mirip dengan IAA dan menyebabkan banyak respon yang sama dengan IAA. Ketiga senyawa tersebut dapat dianggap sebagai auksin. Senyawa-senyawa tersebut adalah asam 4-kloroindol asetat, asam fenilasetat (PAA) dan asam Indolbutirat (IBA) (Dwidjoseputro, 1992).
Auksin adalah zat yang di temukan pada ujung batang, akar, pembentukan bunga yang berfungsi sebagai pengatur pembesaran sel dan memicu pemanjangan sel di daerah belakang meristem ujung. Hormon auksin adalah hormon pertumbuhan pada semua jenis tanaman.nama lain dari hormon ini adalah IAA atau asam indol asetat.letak dari hormon auksin ini terletak pada ujung batang dan ujung akar, fungsi dari hormon auksin ini dalah membantu dalam proses mempercepat pertumbuhan, baik itu pertumbuhan akar manapun pertumbuhan batang, mempercepat perkecambahan, membantu dalam proses pembelahan sel.mempercepat pemasakan buah, mengurangi jumlah biji dalam buah. Kerja hormon auksin ini sinergis dengan hormon sitokinin dan hormon giberelin (Anonim, 2008).
Tumbuhan yang pada salah satu sisinya disinari oleh matahari maka pertumbuhannya akan lambat karena jika auksin dihambat oleh matahari tetapi sisi tumbuhan yang tidak disinari oleh cahaya matahari pertumbuhannya sangat cepat karena kerja auksin tidak dihambat. Sehingga hal ini akan menyebabkan ujung tanaman tersebut cenderung mengikuti arah sinar matahari atau yang disebut dengan fototropisme. Untuk membedakan tanaman yang memiliki hormon yang banyak atau sedikit qita harus mengetahui bentuk anatomi dan fisiologi pada tanaman sehingga kita lebih mudah untuk mengetahuinya. sedangkan untuk tanaman yang diletakkan ditempat yang terang dan gelap diantaranya (Anonim, 2008).
Untuk tanaman yang diletakkan ditempat yang gelap pertumbuhan tanamannya sangat cepat selain itu tekstur dari batangnya sangat lemah dan cenderung warnanya pucat kekuningan.hal ini disebabkan karena kerja hormon auksin tidak dihambat oleh sinar matahari. sedangkan untuk tanaman yang diletakkan ditempat yang terang tingkat pertumbuhannya sedikit lebih lambat dibandingkan dengan tanaman yang diletakkan ditempat gelap,tetapi tekstur batangnya sangat kuat dan juga warnanya segar kehijauan, hal ini disebabkan karena kerja hormon auksin dihambat oleh sinar matahari (Anonim, 2008).
Istilah auksin diberikan pada sekelompok senyawa kimia yang memiliki fungsi utama mendorong pemanjangan kuncup yang sedang berkembang. Beberapa auksin dihasilkan secara alami oleh tumbuhan, misalnya IAA (Indo-leacetic Acid), PAA (Phenylacetic Acid) dan IBA (Indolebutric Acid). Auksin juga sudah diproduksi secara sintetic, seperti NAA (Napthalene Acetic Acid) 2,4 D dan MCPA (2-Methyl-4 Chlorophenoxyacetic Acid). Auksin adalah ZPT yang memacu pemanjangan sel yang menyebabkan pemanjangan batang dan akar. Auksin bersifat memacu perkembangan meristem akar adventif sehingga sering digunakan sebagai zat perangsang tumbuh akar pada stek tanaman. Auksin juga mempengaruhi perkembangan buah, dominasi apikal, fototropisme dan geotropisme. Kombinasi auksin dengan giberelin memacu perkembangan jaringan pembuluh dan mendorong pembelahan sel pada kambium pembuluh, sehingga mendukung pertumbuhan diameter batang (Anonim, 2008).
Pengaruh auksin terhadap pertumbuhan jaringan tanaman diduga melalui dua cara (Anonim, 2008) :
Menginduksi sekresi ion H+ keluar sel melalui dinding sel. Pengasaman dinding sel menyebabkan K+ diambil dan pengambilan ini mengurangi potensial air dalam sel. Akibatnya air masuk ke dalam sel dan sel membesar.
Mempengaruhi metabolisme RNA yang berarti metabolisme protein, mungkin melalui transkripsi molekul RNA. Auksin sintetik yang sering digunakan dalam kultur jaringan tanaman tercantum di dalam tabel di bawah.
Memacu terjadinya dominansi apikal.
Dalam jumlah sedikit memacu pertumbuhan akar.
Mekanisme kerja auksin dalam mempengaruhi pemanjangan sel-sel tanaman di atas dapat dijelaskan dengan hipotesis sebagai berikut : auksin menginisiasi pemanjangan sel dengan cara mempengaruhi pengendoran /pelenturan dinding sel. Seperti terlihat pada Gambar 3, auksin memacu protein tertentu yang ada di membran plasma sel tumbuhan untuk memompa ion H+ ke dinding sel. Ion H+ ini mengaktifkan enzim tertentu sehingga memutuskan beberapa ikatan silang hidrogen rantai molekul selulosa penyusun dinding sel. Sel tumbuhan kemudian memanjang akibat air yang masuk secara osmosis. Setelah pemanjangan ini, sel terus tumbuh dengan mensintesis kembali material dinding sel dan sitoplasma (Anonim, 2008).
Selain memacu pemanjangan sel yang menyebabkan pemanjangan batang dan akar, peranan auksin lainnya adalah kombinasi auksin dan giberelin (Gambar 1) memacu perkembangan jaringan pembuluh dan mendorong pembelahan sel pada kambium pembuluh sehingga mendukung pertumbuhan diameter batang. Selain itu auksin (IAA) sering dipakai pada budidaya tanaman antara lain : untuk menghasilkan buah tomat, mentimun dan terong tanpa biji; dipakai pada pengendalian pertumbuhan gulma berdaun lebar dari tumbuhan dikotil di perkebunan jagung ; dan memacu perkembangan meristem akar adventif dari stek mawar dan bunga potong lainnya (Anonim, 2008).
Para ahli fisiologi telah meneliti pengaruh auksin dalam proses pembentukan akar lazim, yang membantu mengimbangkan pertumbuhan sistem akar dan system tajuk. Terdapat bukti kuat yang menunjukkan bahwa auksin dari batang sangat berpengaruh pada awal pertumbuhan akar. Bila daun muda dan kuncup, yang mengandung banyak auksin, dipangkas maka jumlah pembentukan akar sampling akan berkurang. Bila hilangnya organ tersebut diganti dengan auksin, maka kemampan membentuk akar sering terjadi kembali (Salisbury dan Ross, 1995).
Auksin juga memacu perkembangan akar liar pada batang. Banyak spesies berkayu, misalnya tanaman apel (Pyrus malus), telah membentuk primordia akar liar terlebih dahulu pada batangnya yang tetap tersembunyi selama beberapa waktu lamanya, dan akan tumbuh apabila dipacu dengan auksin. Primordia ini sering terdapat di nodus atau bagian bawah cabang diantara nodus. Pada daerah tersebut, pada batang apel, masing-masing mengandung sampai 100 primordia akar. Bahkan, batang tanpa primordia sebelumnya kan mampu menghasilkan akar liar dari pembelahan lapisan floem bagian luar (Salisbury dan Ross, 1995).
Zat pengatur tumbuh adalah senyawa organic komplek alami yang disintesis oleh tanaman tingkat tinggi, yang berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Dalam kultur jaringan, ada dua golongan zat pengatur tumbuh yang sangat penting adalah sitokinin dan auksin. Zat pengatur tumbuh ini mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur sel, jaringan dan organ. Interaksi dan perimbangan antara zat pengatur tumbuh yang diberikan dalam media dan yang diproduksi oleh sel secara endogen, menentukan arah perkembangan suatu kultur. Penambahan auksin atau sitokinin eksogen, mengubah level zat pengatur tumbuh endogen sel. Selain auksin dan sitokinin, gliberelin dan persenyawaan-persenyawaan lain juga ditambahkan dalam kasus-kasus tertentu (Anonim, 2008).
Dari semua jenis zat pengatur tumbuh yang sangat efektif mengatur pertumbuhan akar adalah golongan auksin. Sejak pertengahan tahun 1930-an dan selanjutnya, penelitian tentang aspek fisiologiss auksin telah banyak dilakukan. Banyak bukti menyatakan bahwa auksin sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan batang, formasi akar, menghambat terhadap pertumbuhan cabang lateral, absisi pada daun dan buah, serta mengaktifkan kerja lapisan cambium dan lainnya (Anonim, 2008).
Asam indol-3 asetat (IAA) diidentifikasi tahun 1934 sebagai senyawa alami yang menunjukkan aktivitas auksin yang mendorong pembentukan akar adventif. IAA sintetik juga telah terbukti mendorong pertumbuhan akar adventif. Pada era yang sama juga ditemukan asam indol butirat (IBA) dan asam naptalen asetat (NAA) yang mempunyai efek sama dengan IAA. Dan skarang sesungguhnya, hal itu ditunjukkan bahwa inisiasi sel untuk mmbentuk akar tergantung dari kandungan auksin (Anonim, 2008).
Pembentukan inisiasi akar dalam batang terbukti tergantung pada tersedianya aiksin di dalam tanaman ditambah pemacu auksin (Rooting Co-factors) yang secara bersama-sama mengatur sintesis RNA untuk membentuk primordia akar (Anonim, 2008).

BAB III
METODE PERCOBAAN

III. 1 Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah petridish, mistar besi, pipet tetes, gelas aqua, tabung reaksi, rak tabung dan silet.

III. 2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah kecambah Phaseolus radiatus (kacang hijau), tissue rol, hormon auksin (NASA) dan air suling.

III. 3 Cara Kerja
Prosedur kerja dari percobaan ini adalah :
Menanam kacang hijau ke dalam wadah yang berisi koran basah selama 1 minggu.
Mengambil kecambah kacang hijau tersebut sebanyak 10 buah, yang telah dipilih.
Membuat masing-masing 10 potongan hipokotil sepanjang 5 mm dimulai dari 2 mm dari kotiledon.
Mengukur panjang potongan dengan tepat dengan menggunakan penggaris satuan millimeter.
Membuat larutan auksin (NASA) dengan cara melakukan pengenceran dengan kadar 0.01 – 0.09 M.
Merendam potongan-potongan tadi dalam larutan auksin pada kadar yang berbeda selam 48 jam. Sebagai kontrol potongan direndam dalam aquadest.
Setelah 48 jam, mengambil potongan batang dan akar lalu mengukur panjangnya.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.2 Pembahasan
Percobaan ini dilakukan dengan melakukan perendaman batang dan akar dari Phaseolus radiatus (kacang hijau) dalam konsentrasi auksin yang berbeda dan aquadest sebagai kontrol selama 48 jam (2 hari).
Tabel I menunjukkan adanya pertambahan panjang pada batang, dengan rata-rata pertambahan panjang sebanyak 1 mm. Pertambahan panjang tertinggi terjadi pada konsentrasi 0.02 dan 0.03 yaitu pertambahan sebanyak 1.5 mm. Namun terjadi pengurangan pertambahan panjang pada konsentrasi selanjutnya. Kontrol sendiri hanya mengalami pertambahan panjang sebanyak 1 mm.
Tabel II menunjukkan pertambahan panjang pada akar, dengan rata-rata pertambahan panjang sebanyak 3.65 mm. Pertambahan panjang tertinggi terjadi pada konsentrasi 0.03 yaitu pertambahan sebanyak 7.5 mm. Namun terjadi pengurangan pertambahan panjang pada konsentrasi selanjutnya. Kontrol sendiri hanya mengalami pertambahan panjang sebanyak 1 mm.
Dapat dikatakan bahwa hormon auksin merupakan hormon pertumbuhan yang yang dapat memacu pertumbuhan akar dan batang karena mengandung IAA (Asam Indole Asetat) yang dapat memacu pembelahan moristematik bagian apikal (ujung) namun harus dalam konsentrasi yang tepat, karena apabila konsentrasinya tidak tepat atau dalam hal ini kurang ataupun lebih, maka kerja auksin tidak optimum bahkan dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Dan pada percobaan ini, akar dan batang kecambah yang dipotong karena auksin sendiri terdapat pada ujung akar dan batang.

BAB V
PENUTUP

V. 1 Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil pengamatan, kesimpulan dari percobaan ini adalah hormon auksin dapat menyebabkan perangsangan dan penghambatan pada jaringan akar dan batang kacang hijau (Phaseolus radiatus). Tergantung tepatnya penggunaan konsentrasi dari hormon auksin.

V. 1 Saran
Sebaiknya alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini diperiksa terlebih dahulu kesterilannya karena itu merupakan salah satu faktor penting dalam percobaan ini. Selain itu pengamat sebaiknya dapat dengan cermat melakukan perhitungan dalam pengenceran auksin.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008, Auksin, http:// id.wikipedia.org/, diakses pada tanggal 20 Oktober 2008 pukul 20:41.
Anonim, 2008, Peranan Zat Pengatur Tumbuh, http://mybioma.wordpress.com/, diakses pada tanggal 15 Oktober 2008 pukul 20:44.
Anonim, 2008, Plant Growth Regulator, http://emirgarden.blogspot.com/, diakses pada tanggal 20 Oktober 2008 pukul 20:47.
Dwidjoseputro, D., 1992, Pengantar Fisiologi Tumbuhan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Latunra, A.I., Eddyman, W,F., 2007, Penuntun Praktikum Fisiologi Tumbuhan II, Universitas Negeri Semarang.

Salisbury, F.B. dan Ross, C.W., 1995, Fisiologi Tumbuhan Jilid 2, ITB Press, Bandung.


Lampiran

Pengenceran

1. 0.1 = 360 ml (Ag) + 40 (Nasa)
2. 0.09 = 360 ml (0.1) + 40 (Ag)
3. 0.08 = 320 ml (0.09) + 40 (Ag)
4. 0.07 = 289 ml (0.08) + 31 (Ag)
5. 0.06 = 257 ml (0.07) + 32 (Ag)
6. 0.07 = 228 ml (0.06) + 29 (Ag)
7. 0.04 = 203 ml (0.05) + 25 (Ag)
8. 0.03 = 180 ml (0.04) + 23 (Ag)
9. 0.02 = 160 ml (0.03) + 20 (Ag)
10. Kontrol = 142 ml (0.02) + 17 (Ag)

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda